Konferensi Perubahan Iklim COP30 yang diselenggarakan di Belem menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antar negara khususnya di belahan bumi selatan. Pertemuan ini dimulai pada 10 November dan bertujuan untuk memperkuat upaya global dalam menangani tantangan perubahan iklim.
“Kita berada di sini, di Belem, di muara Sungai Amazon,”
Simon Stiell, sekretaris eksekutif dari UNFCCC, menyatakan bahwa proses COP seharusnya mendapatkan dukungan yang serupa dengan aliran sungai yang didukung oleh banyak anak sungai.
“COP ini harus menjadi titik awal bagi satu dekade percepatan dan aksi nyata,”
kata Antonio Guterres, Sekjen PBB, pada sidang pleno pembukaan konferensi, menunjukkan potensi Belem untuk menjadi titik balik dalam aksi iklim global jika semua pihak berkomitmen penuh. Guterres juga mengusulkan adanya peta jalan finansial bagi negara-negara berkembang hingga 2035.
Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, berharap konferensi ini bisa menghindari retorika kosong dan lebih kepada tindakan nyata. Lula mengusulkan adanya mekanisme dalam PBB untuk memastikan komitmen iklim dijalankan dengan efektif, termasuk pengenaan sanksi bagi negara yang tidak patuh.
Absennya pejabat tinggi dari Amerika Serikat dalam COP30 ini menimbulkan banyak kritik. Presiden Kolombia Gustavo Petro menegaskan bahwa AS, sebagai penghasil emisi terbesar, mempunyai tanggung jawab besar yang seharusnya dijalankan dengan lebih bijak dan bertanggung jawab.
Samuel Spellmann dari Universitas Federal Para menyoroti bahwa sikap AS ini mencerminkan keengganan untuk bertanggung jawab dan bisa menghambat kemajuan global dalam mitigasi perubahan iklim.
“Kurangnya langkah nyata dari negara-negara maju justru mendorong negara-negara Global South untuk mempercepat transisi energi yang mandiri dan beragam, sekaligus mencari solusi pembiayaan iklim sendiri,”
Fernando Romero Wimer dari Universitas Federal Brasil menyatakan pentingnya kerja sama Selatan-Selatan dalam COP30 ini. Brasil, sebagai tuan rumah, mengundang negara-negara lain untuk berperan serta dalam melindungi hutan hujan Amazon dan mengembangkan energi terbarukan.
China menunjukkan komitmen teguh dengan menyerahkan NDC 2035 yang lebih luas cakupannya, menegaskan perannya dalam aksi iklim global. Kerja sama antara Brasil dan China dalam sektor energi terbarukan diharapkan dapat menjadi teladan bagi negara lain.
Menurut buku putih yang dirilis oleh Kantor Informasi Dewan Negara China, hingga akhir Oktober 2025, China telah menandatangani 55 nota kesepahaman dengan 43 negara. Paviliun China di COP30 akan menggelar diskusi mengenai inovasi teknologi rendah karbon dan pengembangan pasar karbon.
Leila da Costa Ferreira dari Universitas Campinas menyatakan bahwa solidaritas antar negara berkembang sangat penting, dan menyoroti peran China dalam memajukan inovasi untuk transisi hijau global.
—