Korea Selatan dan Indonesia, dua negara yang merdeka dengan selisih dua hari, telah menapaki jalan ekonomi yang berbeda selama setengah abad terakhir. Kedua negara menunjukkan hasil yang berbeda meskipun memiliki umur kemerdekaan yang hampir sama.
Korea Selatan berhasil mencapai status negara maju dengan insentif yang berfokus pada ekspor dan teknologi, sementara Indonesia tertinggal dengan menghadapi tantangan dari praktik rente ekonomi. Laksamana Sukardi, mantan Menteri BUMN, mengemukakan perbedaan ini dengan jelas “Pertanyaan yang harus kita jawab Bersama, apa yang akan kita wariskan kepada generasi baru Indonesia 50 tahun yang akan datang?”
.
Pada tahun 1970-an, kedua negara memulai pembangunan ekonomi dengan memberikan insentif kepada konglomerat. Namun, syarat pencapaian ekspor tinggi di Korea Selatan membuat perusahaan seperti Samsung dan Hyundai berkembang pesat. Di sisi lain, Indonesia lebih menekankan insentif berdasarkan kedekatan politik, yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan melemahkan daya saing.
Konsekuensinya, Korea Selatan berhasil melakukan lompatan besar menuju kesejahteraan, sementara Indonesia masih terbelenggu dalam insentif berbasis rente. Pertanyaan yang muncul adalah apakah Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan bergerak menuju ekonomi yang didorong oleh inovasi dan persaingan yang sehat? “Pertanyaan yang harus kita jawab Bersama, apa yang akan kita wariskan kepada generasi baru Indonesia 50 tahun yang akan datang?”
tutupnya.
—